PENDIRIAN MUSEUM PERJUANGAN YOGYAKARTA
Dalam rangka peringatan abad kebangkitan nasional, di Yogyakarta dibentuk panitia yang diberi nama “Panitia Setengah Abad Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta”.Panitia tersebut di ketahui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono XI dan beranggota kepala djawatan, wakil-wakil kalangan militer dan polisi, pemimpin-pemimpin partai dan organisasi dari segala aliran dan keyakinan yang tergabung dalam Panitia Persatuan Nasional (PPN), serta kaum cerdik cendekiawan dan karya
Pada tanggal 20 Mei 1958, diadakan upacara setengah abad kebangkitan nasional di halaman Gedung Agung Yogyakarta. Selain itu dilakukan juga kerja bakti, gerakan menembah hasil bumi, mengumpulkan bingkisan untuk kesatuan-kesatuan yang sedang menumpas pemberontakan, serta mengadakan ziarah ke makam para pahlawan nasional. Meski demikian, panitia merasa ada sesuatu yang kurang. Oleh karena itu muncul gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono Bowono IX selaku ketua Panitia Setengah Abad Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengadakan suatu tinggalan bagi generasi mendatang.
Selanjutnya untuk membahas apa dan bagaimana monumen itu dikemudian hari, panitia monument setengah abad kebangkitan nasional membentuk panitia khusus (panitia sembilan). Adapun susunan panitia tersebut adalah sebagai berikut :
Ketua : Sunarjo Mangunpuspito
Sekretaris : Soetardjo
Anggota : Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo, Soenito Djojosoegito
Nj.Shair Nitihardjo Bismo Wignjoamidjojo, Daloeni,
Fdlan AGN,RW.Probosoeprodjo, Mangunwarsito
Pada tanggal 22 Mei 1958 panitia khusus mengadakan rapat di gedung Djapendi. Rapat membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepanitian, arti penting monumen, letak monumen, bentuk monumen, sumber dana, dan rencana kerja.
Pada tanggal 7 Juli 1958, dalam rapat pleno yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX panitia monumen setengah abad kebangkitan nasional menyetujui apa yang telah direncanakan dan dikerjakan oleh panitia khusus. Untuk merealisasikannya, maka dalam rapat tersebut dibentuk dua panitia kecil. Adapun susunan kepanitiaan tersebut sebagai berikut :
1. Panitia Teknis, yang terdiri dari :
Ketua : Prof.Ir.Soewandi
Sekretaris : diambilkan personal dari Djapendi, dan juga berkantor di sana
Anggota : Sdr. Bismo Wignyoamidjojo, Sdr. Winoto.
2. Panitia keuangan, yang terdiri dari :
Ketua : Sunarjo Mangunpuspito
Anggota : diambilkan personel dari resimen infanri, Ds. S.P. Purbowijogo
Rapat juga menunjuk Mr.Soedarisman Poerwokoesoemo untuk menghubungi pengurus/ panitia yang dulu pernah dibentuk untuk mengambil alih pekerjaan mereka dan diminta supaya menunjuk seorang wakilnya untuk duduk dalam Panitia Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional.
Perlu disampaikan bahwa di Yogyakarta pada tanggal 2 Desember 1952 telah dibentuk Panitia Sementara yang bermaksud merencanakan berdirinya sebuah museum perjuangan untuk menyimpan dan memelihara benda-benda yang di pergunakan oleh rakyat Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Adapun susunan kepanitiaan pada waktu itu adalah :
Ketua : Sri Paku Alam VIII
Wakil Ketua : Prof.Mr.A.G. Pringgodigdo
Sekretaris : I. Hutauruk
Bendahara : RM.Dryono
Anggota : Kol. Bachrun, Overste Sarbini, Pemb. Komisaris Besar, Polisi Sudjono Hdopranoto, R. patah dan Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo.
Selanjutnya Panitia Sementara Museum Perjuangan menyerahkan barang-barang yang berhasil dikumpulkannya, antara lain berupa :
1. Barang-barang berypa pakaian dan lain-lain yang dipakai oleh Panglima Besar Jendral Soedirman ketika bergerilya.
2. Tas yang dulu dipergunakan oleh Drs.Mohammad Hatta ketika menghadiri perundingan KMB di Den Haag Belanda
3. Barang-barang berupa senapan juga pedang dari Aceh.
4. Uang dengan jumlah beberapa ratus rupiah.
5. Uang dijanjikan oleh Presiden Soekarno sebanyak Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) dengan cacatatan supaya panitia Monumen berhubungan langsung dengan beliau.
Sejak saat itu kata ”Museum Perjuangan” mulai degunakan lagi, dan menggeser kepopuleran kata “Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional”. Berita-berita yang muncul di Koran-koran juga mendorong perubahan penyebutan dari Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional menjadi Museum Perjuangan.
Karena itulah, pada tanggal 14 Mei 1959 Museum Pusat TNI AD menghubungi panitia Museum Setengah Abad Kebangkitan Nasional di Yogyakarta dengan mengutus Kapten Kamari Samporno untuk mengadakan pembicaraan dengan Sdr.Soetardjo selaku sekretaris Panitia Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional di Yogyakarta
Dalam rapat pleno keempat tanggal 19 Juni 1959, ketua panitia teknik Prof.Ir.Soewandi memberikan penjelasan tentang rencana dan bentuk bangunan. Ide bentuk bangunan muncul dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX Museum Perjuangan akan berbentuk bulat, sedang ornament-ornamentnya akan diambilkan dari bermacam-macam candi.
Terkait dengan masalah permohonan dana terhadap pemerintah pusat, telah ditunjuk Sdr.Soetarjo (kepala Djapendi Yogyakarta) selaku panitia Sekretaris Panitia Monumen Setengan Abad Kebangkitan Nasional hasilnya bahwa pemerintah RI sanggup memberikan dana sebesar Rp. 8.000.000, serta menyanggupkan diri hadir dalam peringatan 10 tahun peringatan “Yogya Kembali”. (berakhirnya penarikan mundur Tentara Belanda dari Kota Yogyakarta).
Pada tanggal 29 Juni 1959 Di Gedung Negara Yogyakarta (Gedung Agung) diadakan peringatan 10 tahun “yogya Kembali. Yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting pada masa clas II (agresi militer Belanda kedua). Sebagai wakil pemerintah hadir Wakil Perdana Menteri I Mr.Hardi yang mewakili Perdana Menteri (waktu itu Ir.Djuanda) sedang berada di luar negri. Berkenen memberikan sambutan dalam acara tersebut antara lain : Kepala Daerah dan Ketua DPRD Siswosoemarto dan Wakil Perdana Menteri I Mr.Hardi. Dalam sambutannya Wakil Perdana Menteri I Mr.Hardi mewakili Pemerintah menyatakan persetujuan terhadap pendirian Museum Perjuangan di Yogyakarta.
Laporan pelaksanaan tugas seksi-seksi tersebut di sampaikan dalam rapat pleno tanggal 26 Juli 1959. dengan mempertimbangkan laporan dari tiap seksi maka di tetapkan bahwa pemasangan patok pertama kali dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1959. Upacara tersebut berlangsung di halaman ndalem Brontokusuman Yogyakarta tepat pukul 12.00 WIB usai upacara resmi di Gedung Negara Yogyakarta(Gedung Agung). Dalam acara tersebut antara lain para pembesar sipil maupun militer beserta tamu undangan. Karena Sri Sultan Hamengku Buwono IX berhalangan hadir maka pemasangan patung dilaksanakan oleh Sri Paku Alam VIII dengan demikian tanda dimana gedung Moseum Pejuangan nantinya akan dibangun sudah ada.
Pada tanggal 21 Agustus 1959 di Gedung Agung Wilis Kepatihan Yogyakarta diadakan rapat Pleno yang ke tujuh. Rapat ini di pimpin oleh Ketua panitia Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX. Dalam rapat tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX melaporkan hasil kunjungannya ke Jakarta, antara lain keberhasilannya menemui Perdana Mentri Ir. Djuanda dan Menteri Keamanan Nasional Letnan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Pada tanggal 1 September 1959 diadakan pertemuan antara Seksi 1 (pembangunan Gedung Museum) dengan para pemborong dari berbagai kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Sala, Surabaya, Malang dan Yogyakarta. Peremuan diadakan di ruang Perpustakaan Djapendi (Djawatan Penerangan Daerah Istimewa) Yogyakarta.
Sebagai awal pembangunan gedung Museum Perjuangan, pada tanggal 5 Oktober 1959. kemudian para hadirin di persilahkan menuju kehalaman muka dengan mengelilingi patok yang telah di pancangkan pada tanggal 17 Agustus 1959. Ayunan cangkul pertama dilakukan oleh Sri Paku Alam VIII. Selaku Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama para pembesar sipil, militer polisi dan lain-lain. Tahap berikutnya pada saat HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1959 dilanjutkan dengan upacara pencangkulan pertama jgua oleh Sri Pakualam VIII. Dari proses awal pembangunan sampai selesainya serta peresmian Museum Perjuangan kurang lebih memakan waktu dua tahun. Untuk mengakhiri pembangunan museum maka pada tanggal 29 Juni 1961 dilakukan peletakan batu terakhir oleh Sri Sultan HB IX. Peresmian atau pembukaan museum dilaksanakan pada tanggal 17 Nopember 1961 oleh Sri Pakualam VIII.